Rabu, 27 Juli 2011

Limbah Pertanaman Kelapa untuk Pembuatan Kompos

Usaha untuk meningkatkan produktivitas dengan pemupukan sering terhambat oleh mahalnya harga pupuk buatan bahkan kadang pupuk tidak tersedia. Penggunaan pupuk buatan (anorganik) NPK secara terus-menerus juga dapat menipiskan ketersediaan unsur-unsur mikro seperti seng, besi, tembaga, mangan, magnesium, molibdenum, dan boron yang selanjutnya mengakibatkan tanaman menjadi kerdil, produksinya menurun, dan rentan terhadap hama/ penyakit (Tandon 1990).
Salah satu cara untuk mensubstitusi penggunaan pupuk buatan adalah memanfaatkan sisa tanaman (limbah) kelapa. Potensi sebaran kelapa, Kelapa dengan areal 3,8 juta ha merupakan tanaman budi daya terluas ketiga setelah padi dan kelapa sawit, tetapi penyebarannya nomor dua terbesar setelah padi. Sekitar 97% areal kelapa merupakan perkebunan rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia sampai di pulau-pulau terpencil pada ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut. Sekitar 34,5% kelapa berada di Pulau Sumatera, 23,2% di Jawa, 8,0 % di Bali, NTB, NTT, 19,6% di Sulawesi,7,2% di Kalimantan, serta 7,5% di Papua dan Maluku
Limbah tanaman kelapa
Limbah tanaman kelapa ( sabut kelapa dan daun ) sangat berpotensi sebagai sumber hara (Alwi dan Nazemi 2000). Penggunaan limbah tanaman sebagai pupuk organik juga dapat memperbaiki struktur tanah (sifat fisik tanah) terutama pada lahan marginal sehingga mampu memberikan daya dukung yang lebih baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bahan yang dikomposkan adalah sisa-sisa panen di sekitar lokasi pembuatan kompos, yaitu limbah kebun kelapa (sabut + daun), Pengomposan menggunakan dekomposer Effective Microorganisms 4 (EM4) yaitu bakteri fermentasi bahan organik untuk menyuburkan tanaman dan tanah. Kotak untuk pembuatan kompos dibuat dari papan dengan ukuran kotak 2,5 m x 2,5 m dan tinggi 1 m. Alat yang digunakan adalah termometer, meteran, timbangan, gelas ukur, ember plastik, bak plastik, sabit, golok, karung goni (penutup kompos), dan alat tulis kantor.
Pembuatan kompos secara garis besar dilakukan melalui dua tahap yaitu penyiapan bahan dan cara pembuatan kompos.
Tahap penyiapan :
1. Pengumpulan bahan limbah
2. Penimbangan
3. Limbah dicampur dengan decomposer EM4 (Jika bobot limbah 100 kg    maka dekomposer EM4 yang diperlukan adalah 100 cc dan sebagai bahan pelarut digunakan air 50 liter.
Dekomposer EM4 dilarutkan dengan air pada bak plastik yang sudah disiapkan, kemudian diaduk hingga merata.Selanjutnya, limbah yang telah dicacah dicelupkan sedikit demi sedikit hingga merata basahnya, kemudian ditumpuk dan ditutup menggunakan karung goni. Lama pengomposan adalah 30 hari. Untuk menjaga kelembapan, setiap satu minggu sekali kompos dibalik sambil diberi air.
Parameter yang diamati dan diukur meliputi: (1) suhu dalam tumpukan bahan kompos, (2) kadar hara N, P, dan K kompos sebelum dan sesudah dikomposkan, dan (3) kebutuhan kompos yang setara dengan pupuk anorganik 1 kg. Pengamatan limbah kebun kelapa (sabut dan daun) dilaksanakan selama 1 bulan.
Berdasarkan hasil analisis, kadar hara N, P, dan K bahan yang dikomposkan mengalami peningkatan dibanding sebelum proses pengomposan. Kadar N, P, dan K limbah kelapa (sabut + daun) mengalami kenaikan lebih besar, yaitu berturut-turut 1,052%, 0,236%, dan 1,312%.
Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kompos dari limbah kelapa
1.Rata – rata suhu pengomposan limbah kelapa
2.Kadar hara makro N, P, dan K selama empat minggu sebelum dan sesudah dikomposkan dari limbah kelapa
3.Kompos limbah kelapa yang diperlukan agar setara dengan bobot pupuk anorganik 1 kg
Pemanfaatan kompos limbah pertanian akan mengurangi kebutuhan pupuk anorganik yang diperlukan untuk pertumbuhan dan produksi. Saefudin et al.(2003) mengemukakan bahwa penggunaan kompos limbah kebun berpotensi mengurangi/mensubstitusi penggunaan pupuk buatan sampai dengan 50% serta dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar