Sabtu, 21 Mei 2011

Fungsi Kontrol Badan Legislatif

Dengan semakin berkurangnya pengaruh badan legislatif di bidang legislatif, maka peranannya di bidang pengawasan dan kontrol bertambah menonjol. Badan legislatif berkewajiban untuk mengawasi aktivitas badan eksekutif, agar sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkannya. Pengawasan dilakukan melalui sidang panitia-panitia legislatif dan melalui hak-hak kontrol yang khusus, seperti hak bertanya, interpelasi, dan sebagainya.

a. Pertanyaan Parlementer
Anggota badan legislatif berhak untuk mengajukan pertanyaan kepada pemerintah mengenai sesuatu masalah. Di Inggris, Australia, dan India kita melihat adanya jam bertanya (question hour), di mana pertanyaan diajukan secara lisan dalam sidang umum dan menteri yang bersangkutan atau kadang-kadang perdana menteri sendiri yang menjawabnya secara lisan. Oleh karena segala kegiatannya banyak menarik perhatian media massa, maka badan legislatif dengan mengajukan pertanyaan parlementer dapat menarik perhatian umum terhadap sesuatu peristiwa dan mengorek informasi mengenai kebijakan pemerintah.
Di Indonesia semua badan legislatif, kecuali badan legislatif Gotong Royong di zaman Demokrasi Terpimpin, mempunyai hak bertanya. Pertanyaan ini biasanya diajukan secara tertulis dan dijawab pula secara tertulis oleh departemen yang bersangkutan; pertanyaan parlementer serta jawaban pemerintah tidak banyak efek politiknya.
b. Interpelasi
Kebanyakan badan legislatif mempunyai hak interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan di sesuatu bidang. Badan eksekutif wajib memberi penjelasan dalam sidang pleno, yang mana dibahas oleh anggota-anggota dan diakhiri dengan pemungutan suara mengenai apakah keterangan pemerintah memuaskan atau tidak. Jika hasil pemungutan suara bersifat negatif, hal ini merupakan tanda peringatan bagi pemerintah bahwa kebijakannya diragukan. Dalam hal terjadi perselisihan antara badan legislatif dan badan eksekutif, interpelasi dapat dijadikan batu loncatan untuk diajukan mosi tidak percaya. Di Republik Prancis III (1870-1940) dan IV (1946-1958) interpelasi sering mengguncangkan ke- dudukan kabinet.
Di Indonesia semua badan legislatif, kecuali Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong masa Demokrasi Terpimpin, mempunyai hak interpelasi. Di masa Orde Baru, hak interpelasi tidak pernah digunakan. Hak ini kembali digunakan di era Reformasi ketika DPR (2004-2009) mengusung interpelasi masalah impor beras dan lumpur Lapindo. Usaha anggota dewan ini akhirnya gagal karena tidak memenuhi kuorum.
c. Angket (Enquete)
Hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan penyelidikan sendiri. Untuk keperluan ini dapat dibentuk suatu panitia angket yang melaporkan hasil penyelidikannya kepada anggota badan legislatif lainnya, yang selanjutnya merumuskan pendapatnya mengenai soal ini dengan harapan agar diperhatikan oleh pemerintah.
Di Indonesia semua badan legislatif, kecuali Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong zaman Demokrasi Terpimpin, mempunyai hak angket. Namun, hak ini tidak pernah digunakan kecuali oleh anggota DPR masa Reformasi (2004-2009) untuk masalah impor beras.
d. Mosi
Umumnya dianggap bahwa hak mosi merupakan hak kontrol yang paling ampuh. Jika badan legislatif menerima suatu mosi tidak percaya, maka dalam sistem parlementer kabinet harus mengundurkan din i dan terjadi suatu krisis kabinet. Republik Prancis III (1870-1940) dan IV (1946-1958) terkenal karena banyaknya mosi yang mengguncang kedudukan kabinet.
Di Indonesia pada masa sistem parlementer, badan legislatif mempunyai hak mosi, tetapi mulai zaman Demokrasi Terpimpin hak ini ditiadakan. Pada masa Reformasi, anggota DPR (1999-2004) menggunakan hak mosi ketika melakukan pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid sebagai presiden ta- hun 2001. Hal ini memang tidak lazim karena umumnya hak ini digunakan dalam sistem parlementer dan bukan sistem presidensial.
Pustaka
Dasar-dasar Ilmu Politik - HC,Ed. Revisi Oleh Miriam B dkk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar